HOME

Featured Post

Rindu Cahaya Islam kembali Membentangi Langit Eropa bahkan Dunia

oleh : Khaura El-Syada    Judul   : 99 Cahaya di Langit Eropa  Penulis : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga  Almahera  Penerbi...

  • Read books to travel the world..

    A book is a magical thing that lets you travel to far-away places without ever leaving your chair...

  • Apoteker Muda

    Nothing worth having comes easy. Do more to achieve more...

  • Getting to know My Profession

    Apa itu Apoteker?......

Detik-Detik Belajar...

Belajar?
Ah, dari segi kata saja sudah sangat membosankan...
Apalagi kegiatannya, iya nggak?
Ayooo, jujurr...
Apalagi dengan setumpukan tugas yang tak kunjung selesai.. (aduh, kok malah curhat yaa.. :D)

Ada seorang teman meminta saya untuk menuliskan hal-hal berkaitan dengan motivasi belajar, namun ada pula yang merengek meminta tips-tips tentang teknik belajar yang baik. Padahal saya membutuhkan semua jawaban itu, butuh sekali. Sekarang akan saya coba berbagi hasil dari beberapa pengamatan.... *detektif*

Belajar?
Untuk apa sih?
Ah, nanti aja...
Ah, besok aja...
Ah, ujian masih lama...
Ah, nggak ada waktu, tunggu kosong aja deh....
Itulah kata-kata terpopuler yang diucapkan ketika akan belajar. Yah, tak memungkiri saya pun begitu terkadang, em bahkan mungkin sering. hehee
Mungkin bisa jadi motivasi belajar saya yang emang nggak karuan?
Kenapa sih belajar? Apa yang membuat kita harus begitu getol belajar?
Karena....
1. Orang Tua
2. Dosen
3. Pacar (Item yang ini dihapus aja deh dari daftar ya, kayaknya bukan di level para muslimah.. ^^v)
4. Suami (Catatan khusus untuk mereka yang sudah menikah resmi lhoo...)
5. Teman (Jiwa kompetisi)
6. Anak/Cucu
7. NILAI (The most wanted kayaknya..)
8. ????
Dari nomer 1-7, semuanya adalah untuk dilihat, ingat untuk dilihat, dihargai dan dibanggakan. Yaa, tidak menyalahkan kok. Nggak ada yang ngomongin di belakang ya, nggak ada yang dongkol trus bilang "Emang situ enggak?"...
Well, Itu bukan kesalahan kok, tapi cobalah kita analisis, jikalau point-point di atas menjadi motivasi utama itu akan sangat mendongkrak, karena 1-7 itu terlihat jelas oleh mata. Jadi, kita lebih cepat termotivasinya.
Tapi taukah bedanya, visi orang biasa, pengusaha dan ahli surga?
Kata Ustad Felix :
Visi ada 3

orang biasa : berdasarkan mata, terbatas dengan mata

orang pengusaha : visi dengan akal, pengusaha berbicara masa depan

ahli syurga : visi ga masuk akal dan otak....

Yang pertama, orang biasa. Dia percaya dengan apa yang terlihat oleh mata. Lah di sini ni, untuk orang-orang biasa, bisa jadi tujuan dan motivasi belajarnya ada di antara nomer 1-7.
Yang kedua, pengusaha. Berbicaranya tentang masa depan. Belajar untuk dunia kerja, berarti nilai harus bagus biar cepet diterima kerja. Bicara masalah untung-rugi nya belajar juga kali ya kalo otak pengusaha...
Yang ketiga, ini yang luarrr biasa... Ahli Surga. Hayo kalo jadi ahli surga apa dong motivasi dan tujuan belajarnya? ....................................
Untuk yang satu ini, jawaban pasti karena Allah, Ikhlas Lillahi Ta'ala. Apa hubungannya Allah sama belajar, ah ngefek nggak ngefek kalo motivasinya point yang ketiga ini. 
Justru inilah tantangannya, kebanyakan orang melihat dulu baru percaya, nyari-nyari alasan baru deh ambil keputusan. Tapi buat orang-orang spesial para ahli surga, dengan keyakinan yang mantap bahkan mereka yakin dan percaya walaupun belum melihat. (Prinsip Iman ne..Percaya sama yang ghoib... ^^)
Ayo, nggak jauh-jauh. Mari kita tengok bersama, cetakan motivasi belajar karena Allah. Imam Syafi'i, Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, dan masih banyak sederetan ilmuwan lain yang pintar, cerdas, pandai di segala ilmu, umum, agama, ilmu hitungan. Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Jadi harusnya Muslim ataupun Muslimah itu sudah pasti pintar.. ^^


Sudah super sekali bahasan yang tadi. Memuhasabah diri, ah saya juga kadang masih sering alpa, bareng-bareng memperbaiki diri yuuuk... ^^

Sekarang ke teknik belajar...
Perlu dipastikan, TIDAK ADA TEORI MUTLAK TENTANG BELAJAR.
Yups..
Belajar itu bisa dilakukan dengan segala model, tergantung seperti ada dirimu?


Bla bla bla, dosen berbicara panjang lebar di depan, menjelaskan materi dari A-Z. Ayo tebak, berapa persen yang tertangkap di memori? Ya adalah satu atau dua kalimat dia yang nyantol, tapi selebihnya mungkin bisa bertanya pada rumput yang bergoyang.. :)

Itulah, sekali lagi tidak ada sesuatu yang praktis. Bahkan, segenap usaha dicurahkan untuk menyerap ilmu dari sang dosen, tapi apa yang terjadi? Ngantuk tak tertahankan menyerang... (aih aihhh)


Kembali lagi. Kenali dulu, diri kita orang yang seperti apa? Orang yang suka belajar dengan cara mendengarkan kah? dengan cara membaca kah? atau dengan cara-cara lainnya?
Analisa waktu efektif belajar kita, apakah di semua waktu, kita mudah sekali belajar atau ternyata kita mudah sekali belajar di waktu-waktu tertentu, ketika malam menjelang atau fajar menyingsing?....
Kita tipe orang yang suka belajar sendiri atau berkelompok? Kita tipe orang yang belajar bentar sudah bisa, atau butuh waktu lama untuk belajar? Atau tipe orang yang fleksibel, apa saja bisa?

Yakin, sudah faham dengan diri kita?
So, tinggal pilih model belajar yang sesuai. Kalau sama diri sendiri saja nggak faham, gimana mau milih model belajar?
Gimana cara tahunya?
Mencoba, Trial and Error.
Kalau kita tipe yang suka mendengarkan, ya bentuk kelompok kecil belajar. Atau bekerja sama dengan mereka yang suka belajar sambil bebicara menjelaskan.
Kalau kita tipe yang bisanya dari membaca, nggak terganggu kebisingan, asyikk bisa belajar dimana saja, tapi kalau suka yang susana hening, ya cari tempat paling nyaman yang bisa kita gunakan belajar dengan efektif. Dan banyak jalan alternatif menuju roma yang bisa dipilih.. :)

Mudah kan memilihnya? Yang susah itu adalah mengenali tipe diri...
Yang terpenting, kita tahu dimana level kita dalam belajar. Ketika kita tahu bukan termasuk orang yang cepat faham saat belajar, harus banyak mengulangi materi. Maka kuncinya ada di manajemen diri, mengatur waktu dan kegiatan belajar secara proporsional. Jangan-jangan ikut-ikutan mereka yang memang model belajarnya cepat. Ya, setiap orang punya karakter yang berbeda.
Untuk yang susah sekali belajarnya, ingat bahwa Allah menilai di usaha bukan sepenuhnya menilai hasil. Pahala orang yang belajarnya sebentar tapi sudah faham, beda dengan orang yang harus berulangkali membaca dan belajar untuk sekedar memahami teori. Kuncinya harus RAJIN. ya, RAJIN. Orang PINTER bisa dengan enak belajar sebentar, bahkan mereka sombong dengan sisa waktu belajar yang masih lama tapi satu buku mungkin sudah difahami (lebay). Tapi yang perlu dicatat, Orang PINTER itu tidak sehebat Orang RAJIN. Dan akan lebih luar biasa jika Orang PINTER dibarengi dengan RAJIN. prokk prook prook...

Sampai sekarang saya sendiri pun bukan termasuk orang yang RAJIN. Tapi untuk menjadi RAJIN itu adalah hal yang perlu benar-benar kita lakukan untuk menunjukkan keseriusan niat kita dalam belajar. :)

Dan semua aktivitas belajar kita dengan Niat yang benar tidak seharusnya menjadikan kita orang-orang yang studyoriented alias maunya hanya belajar, kan tadi katanya harus rajin belajar. -_-
Nggak mau tahu hal-hal lain yang nggak ada unsur mata kuliahnya, Nggak mau tahu lagi ada apa di palestina, nggak mau tahu keadaan di sekitar kita, dan nggak mau tahu sama permasalahan yang sedang dihadapi umat islam saat ini.
No, Bukan itu..
Belajar tidak ada arti tanpa aplikasi. Banyak Ilmu tidak ada artinya apabila apatis sama lingkungan.
So, Openminded. Apalagi kita yang masih muda, banyak sekali yang harus kita lakukan. ^^

Ya, Susah. Tapi susah itu bukan berarti tidak bisa. 
Ya, Lelah. Tapi untuk apa hidup apabila tidak untuk berlelah-lelah mencari kebaikan.

Kata Susah itu kenapa harus ada?
Rasanya lebih baik menyerah daripada harus ikut merasakan susah...
Tapi susah itu ada sebagai benih dari usaha, benih dari sebuah perjuangan yang tidak akan rontok oleh masa...
"..dan setelah itu yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat keatas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa.."








Catatan Penyemangat...

Kehidupan itu memang proses metamorfosa...
ada perubahan, ada dinamika naik turun...
Hidup itu seperti roda, kadang kita di atas dan ada kalanya kita juga akan merasakan posisi di atas...
loh loh loh??

Apa hari ini yang ingin aku tulis?
Simple dan tidak rumit, masalah motto, em semacam kata penyemangat hidup-lah.. ^_^

Aku tidak pernah punya motto hidup sebelumnya, jika ditanya apa motto hidupmu?
dengan simple keluarlah sebuah jawaban " 'isy karimaan au muth syahidaan " yang kalau tidak salah artinya " Hidup mulia atau mati syahid " ....
Wah wah, keren ya motto-nya, tapi ternyata motto ini belum memberikan efek yang bagus. hehe
ini bisa dijadikan lebih spesifik agar efeknya pun spesifik ke dalam kehidupan kita...

tiba-tiba mengingat sebuah kejadian yang telah lama sekali, saat duduk di bangku SMA, masih dengan seragam putih abu-abu dengan wajah lugu. Seorang guru berkacamata mata pelajaran fiqih berkata kurang lebih redaksinya seperti ini :

"Anak-anakku. Saya dulu waktu muda selalu ingin melakukan lebih daripada teman-teman saya yang lain. Ketika teman saya tidur, saya belajar. Ketika teman saya asyik bermain, saya pun masih belajar. Ketika teman saya masih asyik dengan masa mudanya, saya belajar lebih dari yang mereka pelajari. Lihatlah, saya lulus dengan IP 4, lulusan terbaik. Bagaimana keadaan teman-teman saya sekarang yang dulunya asyik tidur dan bermain? Mereka belum apa-apa. Saya sudah menjadi Pejabat Sekolahan lah, saya kurang lebih sudah menjadi Orang yang ahli dalam ilmu Fiqih. Tapi Mereka? Ini yang perlu dicatat, anak-anak. Lakukan sesuatu yang lebih.."


Saat itu maish dengan menggebu-gebu aku bertekad, ya harus rajin belajar. Namun, ini bertahan 1-2 hari saja. Belajar itu hal yang paling membosankan menurutku. ada yang setuju? ayo angkat kaki... ^^v

Sampai suatu saat aku mengikuti sebuah training, dan sang trainer berkata kurang lebih :

"There is no such thing as ujug-ujug. Tidak ada suatu yang tiba-tiba kecuali harta melimpah warisan dari ayah. Ketika kamu ingin meraih sesuatu, ketika kamu ingin mendapatkan sesuatu maka ada yang namanya usaha. Seringkali ada hal yang harus dikorbankan. Seringkali kita harus dihadapkan dengan berbagai pilihan yang berat. Hidup itu pilihan. Pilihan kita di masa sekarang adalah penentu bagaimana diri kita di masa depan?"

Memandang Sebuah Kesuksesan..

Sudah lama rasanya blog yang dibuat dengan antusias ini menanti sederetan kisah metamorfosa kehidupan..
Alasan klise rasanya, sibuk dan lain-lain. Padahal alasan utama adalah malas. :D

Kali ini ada hal yang menarik yang ingin saya angkat dalam coretan pertama setelah sekian lama saya tidak menulis..
Kala itu, pada sebuah acara training motivasi, sang trainer bertanya..

APA SUKSES ITU?
Yang Lalu dia memberikan pilihan pada kita :
a. Tujuan
b. Perjalanan

Ah, suatu hal yang susah rasanya memilih satu di antara dua hal yang menurut saya benar. Dalam hati, saya memilih TUJUAN sebagai jawaban. Terbayang bahwa sukses itu karena tujuan telah tercapai. Terbayang di benak saya bahwa sukses itu adalah ketika 100 mimpi di dinding kamar saya telah tercoret satu-persatu karena telah saya gapai. Terbayang bahwa sukses itu ketika mimpi telah berada penuh dalam genggaman, telah nyata di depan mata, bukan gelap terang yang terjadi ketika membuka dan menutup mata.

Sakit, Mahkota Tak terlihat....

Sungguh sangat malang rasanya ketika merantau jauh dari keluarga dan tergeletak tak berdaya di rumah sakit. Namun disinilah ada hal besar yang saya temukan.

Catatan malam itu..
Sudah sekitar 2 hari lamanya saya demam saat malam hari. Bukan bermaksud remeh atau apa, tapi sedikitpun saya tidak cemas. Sampai akhirnya hari ke-tiga saya minum obat. Pagi datang, kembali riang, sedikitpun tidak ada sisa sakit di malam hari. Kembali dengan segudang kesibukan (Artisss kaleeee.. ^^v)....
Hal yang sangat jarang pada hari itu, saya pulang sebelum sore (kabur dari rapat). Kepala begitu berat, pusing sekali tak tertahan. Berjalan pulang sendirian plus sedikit sempoyongan. Sampai rumah akhirnya saya langsung istirahat.

Alarm Hp berbunyi dan saya terbangun. Berkegiatan sedikit namun lemasnya minta ampun. Akhirnya saya kembali merebahkan badan yang sudah layu ini. Lama-lama saya menggigil, berusaha memejamkan mata berharap akan cepat sembuh seperti hari sebelumnya. Ternyata demam semakin tinggi, akhirnya saya sms teman untuk datang ke kamar dengan membawa sapu tangan atau handuk kecil dan ember kecil untuk ngompres. Dia sedikit panik melihat saya yang lemas dengan demam tinggi, alih-alih demam turun, tangan saya malah kram. Suatu hal yang saya takutkan adalah saya benar-benar sakit. Hari semakin malam, teman-teman akhirnya memaksa saya untuk periksa ke rumah sakit, saya menangis tak karuan. Takut...Takut sekali mendengar diagnosa dokter. Saya takut jika nanti saya harus dirawat. Saya bersikukuh tidak mau sampai akhirnya saya menyerah.

Boncengan bertiga, saya pergi ke rumah sakit dan oleh teman saya, saya dirujuk ke UGD langsung. Akhirnya saya dipanggil, diperiksa bla bla bla dan dokter menyarankan untuk cek darah saat itu juga. Deg, saya takut banget kenapa-kenapa. Menunggu hasil cek darah keluar, saya tetap rebahan di UGD. Sembari mendengar ada suara tangisan, ada rintihan dari pasien-pasien yang lain. Stress di UGD, teman saya berusaha mengisi waktu kosong dengan bercerita, yah lumayan menghibur hati yang gundah. Sampai saat Dokter itu datang dan mengatakan bahwa saya positif TIPS dan gejala DBD.

Air mata langsung mengucur kembali. Saya menangis, takut sekali. Sebelumnya memang belum pernah sakit parah di rumah sakit. Dokter menyarankan untuk dirawat saja. Teman-teman pun berkata demikian, biar cepat sembuh karena masih atmosfir UTS. Sungguh saya sangat bersyukur memiliki teman-teman yang baik seperti mereka. Mereka mengurus semuanya, menghubungi keluarga (kebetulan saya nggak kepikiran bawa HP yang lagi lowbat di kamar). Ibu akhirnya telepon dan sesenggukan saya menjawab pertanyaan ibu, rasanya ingin pulang, mungkin ini penyakit rindu rumah bukan tips, pikir saya.

Keputusan final. Maka mulai malam itu, saya akan tidur di rumah sakit. Teman-teman satu kontrakan berdatangan malam itu, ada yang membawakan baju, makanan, selimut, bantal, minuman, Hp dll. Lengkap sudah fasilitasnya. Malu, Takut, Marah, Sedih..semua rasa campur-aduk..
Sakit itu ndak enak, ngerepotin orang, ngeluarin biaya, cancel kuliah dan semua kegiatan. Jenuh di rumah sakit. Banyak sekali sms masuk yang mendoakan agar cepat sembuh, banyak sekali yang menjenguk. Terharu. Karena saat sakitlah-saat kau terpuruklah, kau akan tau siapa orang-orang tersayang dan terdekat yang kau punya.


Diantara semua pesan sms, nasehat yang saya dapatkan ada sebuah kesimpulan besar di benak saya, Hikmah terindah yang bisa saya ambil dari semua ini.

"Saat sakit, Saya dengan leluasa melihat Mahkota. Mahkota sehat yang seringkali lupa untuk disyukuri. Mahkota itu tak terlihat saat saya bercermin sebelum pergi ke kampus, mahkota itu tak pernah terlihat saat saya dengan bahagianya berpose di depan kamera, mahkota itu tak terlihat oleh mata saya. Dan sekarang dengan jelas saya melihatnya. Sakit itu bisa menjadi penggugur dosa. Ada yang memberikan sebuah nasehat yang berharga. Sakit itu bahasa rindu dariNya agar kita semakin dekat denganNya. Karena saat sehat dengan bejubel kegiatan, dengan menggunungnya segala aktivitas seringkali kita lupa untuk banyak meluangkan waktu untuk beribadah-berdua-dua-an dengan Sang Pencipta, Allah Swt.

Saat jauh dari keluarga, kau akan menemukan "mereka" -teman- yang seperti keluarga. Kau akan menemukan saudara-tanpa ikatan darah-. Dan di saat seperti inilah seringkali kita baru menyadarinya.bahwa mereka sangat menyayangi kita.

Ada banyak hikmah yang bisa kita ambil di saat terburuk sekalipun. Ada banyak pula yang seringkali lupa untuk kita syukuri. Seperti saat ini, saat-saat yang saya alami. Untuk itu saya memutuskan akhirnya menuliskan ini karena saya ingin berbagi, berbagi cerita, kata dan hikmah.
Semoga Bermanfaat.. ^_^

Muslim vs Mu'min


             Sesuatu yang jarang pulang siang hari, jadi ini adalah momen yang harus dimanfaatkan. Sebelumnya pergi ke kantor pos untuk mengambil suatu kiriman penting, lalu karena habis panas-panas sampai di kamar langsung tepar. Hehe... (Apa sih? Ndak nyambung sama judulnya..>_<)
Sabar....^_^
            Setelah istirahat, tiba-tiba ada buku di rak yang menarik untuk saya baca. Buku itu ditulis oleh Abay dengan judul “Menggenggam Bara Islam”. Bahasanya ringan, enak sekali dibaca sampai tidak sadar tiba-tiba dari jendela, langit sudah tampak semakin gelap. Dari beberapa halaman yang sudah saya baca, ada hal yang menarik dan saya angkat menjadi judul tulisan kali ini karena saya sendiri sering salah memahaminya, tentang perbedaan muslim dan Mu’min.
            Pernah seorang teman saya mengatakan bahwa dia hanyalah seorang muslim yang masih pada tingkatan muslim belum sampai tingkatan Mu’min. Saat itu saya bingung dengan apa yang dia kemukakan, alih-alih saya bertanya kembali malah menyimpulkan sendiri “Oh, Mu’min itu ada pada tingkatan yang lebih atas dari pada muslim”, entah itu secara definisi atau yang lainnya. Pemahaman awal saya muslim dan Mu’min malah sama saja. Saya sendiri juga bingung. Dan kebingungan itu sedikit terjawab dengan pemaparan dalam buku ini.
            Sebelum detail membahas muslim dan Mu’min. Penulis dalam buku tersebut juga mengutip analogi yang pernah dikemukakan oleh Salim A.Fillah tentang status amal orang kafir.
            “Orang beramal itu seperti perlombaan berlari. Tentu saja setiap peserta memiliki nomor punggung atau nomor dada. Ketika peluru sudah ditembakkan ke udara, semua peserta lari sekencang-kencangnya. Tiba-tiba ada seseorang yang berlari dengan sangat cepat, bahkan mengalahkan yang lainnya. Hanya saja, ia tidak memiliki nomor punggung. Dengan kata lain, dia bukan peserta. Dan ternyata, lelaki yang tidak memiliki nomor punggung itulah yang pertama kali sampai ke garis finish. Ya, dia mengalahkan yang lainnya. Anggap saja Anda jurinya. Pertanyaannya, apakah Anda akan memenangkan lelaki yang tidak bernomor punggung itu? Tentu tidak kan? Lha wong dia tidak terdaftar, dia bukan peserta.”

Sarjana Karbitan

Sedang iseng di kampus tidak ada kerjaan.

Tadi saat makan siang, salah satu temen nyeletuk kata yang menarik, yaitu Sarjana Karbitan. Baru saja beberapa hari yang lalu, saya berbicara tentang mahasiswa pragmatisme di depan orang banyak. Paling tidak masih dalam satu pembahasan yang sama lah. Intinya, melihat fakta mahasiswa yang ada sekarang sekaligus juga sedikit menilik ke sistem pendidikan.

Saya menulis ini berangkat dari kemirisan melihat keadaan sekitar saja.  Di kampus, sedang ada pembelajaran ekstra-cepat, alias ngebut. kenapa?
Beberapa dosen saya yang luar biasa beberapa hari lagi akan berangkat ke Jepang. Saya sendiri kurang tahu alasan pastinya. Yang jelas, sekarang beberapa dosen itu mengejar materi yang harus disampaikan dan bisa dibilang mahasiswa dan dosen sekarang jadi kejar-kejar an. Dosen ngejar Mahasiswa biar dapat waktu tambahan perkuliahan untuk menuntaskan kewajibannya secepat mungkin, mahasiswa juga tidak mau kalah ngejar dosen jika ada waktu kosong, biar lebih efektif. (baca : kuliah cepet kelar)

Bisa membayangkan? ada sekitar 20 sks lebih pada semester ini, ditambah dengan mengejar selesainya materi dari dosen-dosen tersebut dan bla bla bla. Ya, berat sekali minggu ini atau lebih tepatnya kuliah semester ini. Sepertinya saya sedang balap motor. Ternyata bukan hanya saya yang merasakannya, tapi juga beberapa mahasiswa lainnya, sampai salah satu teman tadi ada yang nyeletuk saat makan siang.

"Bagaimana kita bisa bener-bener faham jika kejar-kejaran begini? Adanya kita malah jadi Sarjana Karbitan"

Tidak ada yang salah dari pernyataan teman saya itu karena memang benar begitulah adanya. Miris memang. Harus lari lebih dari maraton. (lebay)
Ini yang seharusnya kembali diluruskan, dengan lari maraton seperti itu, hanya berapa persen materi yang tersampaikan dan terserap oleh mahasiswa? jika tidak maraton aja paling enggak berapa puluh persen. Apalagi jika lari maraton? Ngosh Ngosh...
Lalu siapa yang salah? Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa kok di sini. Netral. Harusnya ada kebijakan untuk dosen-dosen atau sebutlah tenaga pengajar itu bisa lebih fokus dengan pembelajaran dan apabila ada kegiatan terkait seperti hal di atas, maka lebih bijak jika dilakukan saat liburan atau saat tugas yang seharusnya ditunaikan sesuai rencana telah tuntas dilaksanakan.

Catatan di Sudut Lantai 3

Hari ini kuliah masuk jam setengan 10 dan saya sudah ada di kampus sejak jam 6 pagi...ih waw...
Rajiiin bener, mau buka gerbang kali ya? hehe

karena ada waktu kosong, jadinya saya akan cuap-cuap di blog, berharap dapat cuap-cuap sesuatu yang bermanfaat deh... ^_^

Kenapa jam 6?
karena jam 6 ada agenda rapat...mau aja sih rapat jam 6 pagi?
jawabannya, pending dulu....

Tau lah masalah komitmen...
Saat kita masuk ke dalam suatu organisasi atau lah memutuskan untuk kuliah di sebuah universitas, ada sebuah komitmen yang dipegang...
Komitmen ini hal yang rumit jika hanya dibahas sekedar definisi...komitmen berkaitan erat dengan konsekuensi pilihan yang sudah kita tentukan..

hem, jika kita sudah memilih B, maka ada sebuah konsekuensi di mana komitmen itu harus benar-benar dipegang kuat biar bisa mencapai sebuah tujuan...
Lah begitu juga dengan pilihan pagi ini yang saya alami, saya sudah memilih untuk bergabung di sebuah organisasi, dan ada agenda rapat jam 6 padahal masuknya jam setengah 10...
kalau di awalnya tidak ada komitmen yang kuat? Maka dijamin, saya NGGAK bakalan datang...
hahahaa

Lah ini nyambung loh sama pilihan aqidah..loh kok?
Iya lah, saat kita memilih untuk ber-aqidah Islam, maka pada pilihan itu ada konsekuensi juga untuk berkomitmen dan menjalankan semua aturan yang diberikan...
Bisa aja deh ya, dari yang awalnya cuman tentang rapat dihubungkan dengan masalah konsekuensi dalam ber-aqidah...loh iya dong... hehe 
Masak rapat aja dibela-belain datang sepagi ini, kadang juga sampek lembur ngerjain amanah dari organisasi, lembur segala dengan tugas kuliah...
Lantas apa yang telah dilakukan dalam hal konsekuensi aqidah ini?
Sudah lembur sampai begitu kah? Sudah kuatkah iman kita?

Well Well Well...
Tulisan curhat ini semoga bisa jadi refleksi juga buat para pembaca dan juga saya...
Seharusnya komitmen dalam beraqidah ini juga sangat besar...
Setujuuu?

Okelah sampai sini dulu ya...
Mau ngasih makan mencit peliharaan buat praktikum dulu...
Nyambung lain kali ya...
Salam

Demokrasi di Indonesia : Dipertahankan atau Dihapuskan?


Oleh : Syarifatul Mufidah (Ipho)
            Demokrasi bukan lagi kata yang asing di telinga kita, sering sekali mendengar kata demokrasi, entah itu di berita ataupun bacaan-bacaan yang beredar. Indonesia pun termasuk ke dalam deretan negara yang terdepan dalam menegakkan prinsip demokrasi. Namun, jika saja ditanyakan makna dari demokrasi sendiri, tidak sedikit yang menggelengkan kepala lantas hanya menjawab “Bebas berpendapat” atau “Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Dua kalimat itu yang akan populer muncul dari kebanyakan orang. Sebenarnya apa itu demokrasi? Benarkah dengan demokrasi Indonesia akan lebih sejahtera?
            Banyak pertanyaan-pertanyaan yang lantas tertampung di kepala. Untuk menjawab sekedarnya saja itu adalah hal mudah. Dan secara normatif, tidak dibenarkan untuk memaksakan pendapat terhadap orang lain. Maka sebagai akademisi kampus, menjawab pertanyaan-pertanyaan itu harus berdasarkan teori dan berlandaskan pada fakta sehingga nanti akan banyak yang membelalakkan mata untuk mengetahui seluk-beluk demokrasi.
Apa itu demokrasi?
            Secara etimologi atau bahasa, kata demokrasi berasal dari kata democratie yang berasal dari Yunani. Terdiri dari kata demos yang berarti rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan. Demokrasi lebih dikenal dengan istilah Kedaulatan Rakyat, rakyatlah yang berkuasa dan mengendalikan aturan-aturan yang ada. Makna kata ‘Kedaulatan’ itu sendiri ialah ‘sesuatu yang mengendalikan dan melaksanakan aspirasi’.
            Sedangkan secara terminologi atau istilah, Demokrasi secara lugas adalah Sistem Pemerintahan yang secara konseptual memiliki prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka dikenal istilah vox populi vox de (suara rakyat suara Tuhan).
            Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif ) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip.
            Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR,  untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan  menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.1
Kritikan-kritikan Terhadap Demokrasi
            Kritikan terhadap demokrasi sudah ada sejak lama. Banyak sekali hal yang harusnya disadari lebih awal bahwa demokrasi memang tidak selayaknya diterapkan.
q  Plato : 4
Plato mengkritik penerapan demokrasi pada masa Yunani Kuno, yaitu kekalahan Athena dalam peperangan Peloponesia pada 404 SM antara Athena dan Sparta. Menurutnya, kekalahan Athena tersebut akibat ketidakmampuan sistem demokrasi untuk memenuhi kebutuhan rakyat di bidang politik, moral, dan spiritual. Kematian guru tercinta Plato, yaitu Socrates diakibatkan rekayasa hukuman pemerintahan demokrasi Athena. Kejadian traumatik tersebut membuat Plato berkesimpulan bahwa sistem pemerintahan demokrasi tidak baik karena dipenuhi kebobrokan (dekadensi) moral para penguasa demokrasi Athena saat itu.
q  Thomas Hobbes (1588-1679), menurutnya rakyat tidak dapat dipercaya untuk membuat keputusan tersendiri sebagaimana diterapkan dalam sistem demokrasi karena rakyat cenderung mementingkan kepentingan mereka sendiri (selfishly motivated). Watak alami rakyat adalah jahat dan tidak dapat dipercaya untuk memerintah.5

Farmasi : Berdaya Saing Internasional Bukan Ciri Mahasiswa Kursi


Tema : IPSF and Students’ Exchange ProgramSarana Penunjang Daya Saing Mahasiswa Farmasi Indonesia di Tingkat Dunia.

***
              Mahasiswa Kursi, mungkin ini adalah istilah baru bagi sebagian orang. Kenapa harus kursi? Tidak ada jawaban pasti, hanya saja kursi adalah benda yang pasti kita temui di hari-hari kita. Pernahkah kita melihat kursi yang menumpuk rapi di sudut ruangan? Atau pernahkah mengamati berbagai macam tipe kursi yang diletakkan di berbagai ruangan yang berbeda?. Kursi ditata rapi dengan menumpuknya, kursi yang satu menindih kursi yang lainnya, rasanya sesak. Saat kita kembali mengambil kursi yang tertumpuk dan menatanya rapi membentuk sebuah barisan yang teratur hingga kursi-kursi itu tidak lagi saling menindih, tidak lagi merasa sesak, tapi kursi itu hanya diam dan tidak mengucapkan terimakasih. Bahkan, saat berbagai tipe kursi, ada yang diletakkan di dapur, ada yang diletakkan di ruang tamu karena dianggap kursi itu pantas dinikmati oleh tamu-tamu penting, malahan ada yang dibuang, kursi-kursi itu hanya diam.
            Mengambil filosofi kursi yang hanya diam saat diperlakukan seperti apapun, ya itulah sejatinya sebuah benda mati, tidak mungkin berbicara mengeluarkan keluh kesahnya atau sekedar mengeluarkan pendapatnya. Mahasiswa kursi, mahasiswa yang hanya diam, tidak kritis, padahal dia bukan benda mati dan punya potensi untuk bersuara mengeluarkan pendapatnya, mengkritisi keadaan yang ada. Jelas, ini bukanlah ciri dari mahasiswa ideal. Mahasiswa itu agent of change, bagaimana bisa ada perubahan jika mahasiswa sekarang adalah mahasiswa kursi?
            Mahasiswa kursi itu tidak pernah berpikir untuk maju, dia hanya akan diam di tempat. Dan jelas ini bukan ciri Mahasiswa Farmasi. Farmasi sendiri terus berkembang semakin pesat, beriringan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Farmasi sendiri selalu memberikan karya-karya baru untuk perubahan yang lebih baik. Kalau saja farmasi dipegang oleh mahasiswa kursi, bagaimana wajah farmasi saat ini? Jangan mengaku sebagai mahasiswa farmasi kalau masih mau menjadi mahasiswa kursi, karena ini bukan tempat untuk mereka, para mahasiswa kursi.
            Mahasiswa farmasi ideal itu yang berpikir terus untuk maju, peka terhadap problem-problem yang ada, khususnya bidang farmasi. Tidak hanya diam di tempat seperti ciri mahasiswa kursi. Mahasiswa farmasi yang ideal itu terus bergerak, berpikir di luar kotak untuk mengatasi problematika yang terjadi. Oleh karena itu, jika membicarakan mahasiswa farmasi yang ideal khususnya untuk mahasiswa farmasi di Indonesia, mereka tidak hanya kritis terhadap isu-isu berskala nasional, tapi juga peka serta kritis terhadap isu-isu internasional.
            IPSF (International Pharmaceutical Students’ Federation) adalah sebuah organisasi yang non-pemerintah, non-politik, dan non-religius serta merupakan organisasi advokasi mahasiswa farmasi terkemuka berskala internasional yang mempromosikan perbaikan kesehatan masyarakat melalui penyediaan informasi, jaringan pendidikan, berbagai kegiatan publikasi dan kegiatan profesional.

Cinta Teruntuk ‘Malaikat Kehidupan’-ku


oleh : Khaura El-Syada (Ivo)

Judul Buku                : Daun Yang Jatuh Tak Pernah                                         Membenci Angin
Penulis                        : Tere Liye
Penerbit                      : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit               : Cetakan V, November 2011
Tebal                          : 264 hlm; 20 cm
             Seseorang dilahirkan untuk merasakan bagaimana wajah kehidupan. Ada sebagian orang yang merasakan segala kecukupan, bahkan lebih. Sebagian orang ini hidup dengan normal, tinggal di rumah berdindingkan bata atau kayu, makan dan minum dengan pertimbangan gizi dan nutrisi untuk tubuh, sekolah, mengikuti les, melanjutkan kuliah baru setelah itu mencari pekerjaan sebagai bentuk kemapanan menuju kedewasaan. Inilah fase kehidupan secara umum. Namun, di sudut jalanan seringkali terlihat sebagian orang yang tidak hidup seperti fase kehidupan pada umumnya. Mereka harus mengais rizki dengan bersusah payah bahkan menjadikan ngamen dan ngemis menjadi sebuah mata pencaharian. Sebuah keharusan yang dilakukan untuk bertahan hidup. Terkadang hanya cukup untuk mendapatkan sesuap nasi dan tak terpikirkan lagi untuk memiliki rumah berdindingkan bata, jikalau rumah kardus sudah dapat menjadi tempat berteduh maka mereka menyebutnya tempat tinggal walau akan habis dilahap hujan. Sungguh ironi.
            Novel yang berjudul ‘Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin’ ditulis oleh Tere Liye yang juga penulis buku ‘Hafalan Sholat Delisha’ yang telah difilmkan. Novel ini menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga kecil, ibu dan dua anaknya yang hidup serba kekurangan. Keluarga yang bertempat tinggal di sebuah rumah kardus, sang ibu bekerja serabutan, kedua anaknya, Tania dan Dede mengamen untuk membantu membiayai kebutuhan hidup.
            Berawal dari luka kaki Tania saat mengamen di Bus kota bersama Dede, mereka bertemu dengan seseorang itu. Seseorang yang membalut luka kaki Tania dengan sapu tangan putihnya. Tak hanya itu, Seseorang ini juga membalut masa lalu yang buram dan memberikan janji masa depan yang lebih baik untuk keluarga kecil ini.
            Perlahan dengan halus perasaan cinta di hati Tania itu tumbuh bahkan sejak rambut Tania masih dikepang dua. Semuanya mengalir begitu saja. Seperti sekarang, kehidupan keluarga kecil ini sudah berubah berkat seseorang ini. Tak ada lagi rumah kardus, Tania dan Dede pun kembali bersekolah, Sang Ibu bahkan mulai membuat usaha kecil-kecilan. Kehidupan berubah semakin baik dan lebih baik lagi.
            Suatu kejadian terjadi, kejadian ini yang membuat saya menangis haru (baca : menangis bombay) saat membacanya. Saat sang Ibu meninggalkan kedua bocah kecil itu, Tania dan Dede. Kepada Tania, sang Ibu banyak berpesan.
            “......Berjanjilah, Nak..Kau tak akan pernah menangis sesulit apapun keadaan yang kau hadapi. Ketahuilah, ini akan menjadi tangisan Ibu yang terakhir..
             Tadi malam Ibu bermimpi ayahmu datang menjemput..Ibu akan pergi..Selamanya! Ya Tuhan, semua TakdirMu baik..Semua kehendakMu adalah yang terbaik.. Dan aku menyerahkan nasib kedua anakku kepadaMu..Kau baik sekali mempertemukan kami dengan ‘seseorang’ sebelum kematianku..Dengan MalaikatMu. 
             Berjanjilah Nak, Ini akan menjadi tangismu yang terakhir pula.. Kau tak boleh menangis demi siapapun mulai detik ini..Kau tak boleh menangis bahkan demi adikmu sekalipun kecuali, kecuali demi ‘dia’...demi ‘dia’...... “
            Itulah penggalan pesan Ibu untuk Tania. Dan setelah itu, mata Ibu terpejam dan tak pernah kembali membuka matanya. Saat itu si kecil Dede bahkan masih tidak faham kenapa Ibunya harus ditimbun tanah. Dede ngotot tetap berdiam di pemakaman dan hanya ingin pulang bersama Ibu yang telah dimakamkan. Dede terus bertanya yang membuat hati Tania semakin tersayat, tapi Tania berusaha keras menahan air mata karena dia telah berjanji kepada Ibu. Sungguh alunan katanya menyayat hati seakan ikut merasakan perih. Bagian cerita yang saya yakin akan membuat para pembacanya syahdu dalam pilu.
            Tania dan Dede kini hanya memiliki seseorang itu. Pada saat pemakaman, dia  berpesan kepada keduanya. Pesan yang berhasil membujuk keduanya untuk pulang meninggalkan pemakaman.
“...Ketahuilah, Tania dan Dede...Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. Tania, kau lebih dewasa memahami kalimat itu. Tidak sekarang, esok lusa kau akan tahu artinya. Dan saat kau tahu artinya, semua ini akan terlihat berbeda....”

Ayah, Aku Ingin Menikah


Oleh : Khaura El-Syada
            Hp Nisa tidak henti-hentinya berdering, berkali-kali dia mematikannya. Tapi, kembali berdering lagi. Dengan berat hati Nisa mengangkat telpon masuk itu.
            “Assalamu’alaikum,” Sahut Nisa malas.
            “Wa’alaikumsalam, ukhti. Akhirnya kau angkat juga telepon dariku”
            “Ada apa ya pagi-pagi begini?” Kini nada bicara Nisa langsung sinis.
            “Kok gitu sih ngomongnya? Apa aku mengganggumu?”
            “....”
            “Halo, Kok diam saja? Nisa, apa aku mengganggumu?”
            “Iya, aku sedang sibuk. Ada apa kau menelponku?”
            “Aku hanya ingin tau kabarmu, kau tidak pernah membalas sms dariku, kenapa?”
            “Kabarku baik. Hem, aku lagi hemat pulsa, hanya membalas sms-sms penting, jadi, maaf kalau sms darimu tidak berbalas,” Sahut Nisa masih dengan nada sinisnya.
            “Oh begitu. Ya sudah, aku cuman ingin mastiin kamu baik-baik aja di sana. Aku tutup dulu ya, maaf sudah mengganggu. Wassalamualaikum”
            Nisa langsung mematikan Hpnya setelah menjawab salam.
            “Mastiin kabarku baik-baik saja, emang kamu siapa? pakek manggil-manggil ukhti lagi, ihh...,” gumam Nisa menanggapi telpon dari seorang yang baru saja dikenalnya saat pertemuan seminar dua minggu lalu, namanya Ardi.
            Tak lama kemudian sebuah sms masuk.
Aslm, Nisa. Ardi cerita katanya km sinis banget sama dy. Knp?kasihan tuh si ardi, lesu dia ngadepin kamu sinis terus, g ada baik-baiknya. Aq jadi g enak jg ama dy. Jgn sinis2 dong nis, yaa.. J
         
          “Apa-apaan ini? Beraninya dia langsung mengadukanku ke Endah. Dasar, dia kira dengan begitu aku akan ramah kepadanya.” Nisa kembali menggumam kesal gara-gara tingkah Ardi seperti anak kecil. Nisa tidak berniat untuk membalas sms dari Endah dan menganggapnya hanya angin lalu saja.
            Ini hari libur, kebiasaan Nisa pada hari libur adalah pergi ke rumah neneknya di Tangerang. Dia mengemas beberapa baju dan buku, berniat ingin menginap di sana, memanfaatkan libur akhir pekan, pikirnya. Ransel sudah siap, kamarpun sudah rapi. Akhirnya dia berpamitan kepada Ibunya yang sedang sibuk mengurus taman di belakang rumah.
            “Ibu, aku berangkat ke rumah nenek ya”
            “Ya udah, hati-hati. Itu jangan lupa dibawa kue kesukaan nenek udah ibu siapin”
            “Siap, bu,” Sahut Nisa sambil menaruh tangannya di dahi dengan posisi hormat. Nisa menyalami ibunya dan langsung bergegas pergi. Amir, kakak Nisa akan mengantarnya sampai halte Busway di dekat rumah.
            “Hati-hati, dek. Barang bawaannya dijaga, salam buat nenek ya,” Ucap Amir sambil mengelus-elus kepala adiknya. Ibu Nisa sedari kecil menitipkan Nisa ke pangkuan neneknya karena dulu ibunya sakit-sakitan sehingga tidak bisa merawat Nisa secara langsung, karena itu Nisa dekat sekali dengan neneknya dan sering menghabiskan waktu bersama.
            Seperti minggu sebelumnya, dengan riang Nisa membeli tiket dan menunggu busway di koridor sampai akhirnya dia melihat sosok yang dia kenal. Deg. Nisa pura-pura tidak melihat,  tapi aksinya telat, orang itupun menyadari kehadiran Nisa di sana.

Sayang..Maaf, aku mencintainya (Edisi Revisi)


Oleh : Khaura El-Syada
            “Sayang, Maaf aku lebih mencintainya,” ucap Rara. Hari itu adalah hari ulang tahun Rara. Dan juga tepat setahun Rara dan Akbar jadian.
            “Rara, apa maksudmu? Ini masih pagi. Tiba-tiba kamu menelponku seperti ini,” Akbar sangat terkejut dengan ucapan Rara.
            “Aku benar-benar minta maaf. Aku lebih mencintainya bahkan dari dirimu. Sayang, dengarkan aku. Ini demi kebaikan kita berdua. Mungkin lebih baik kita tidak melanjutkan hubungan ini”
            “Maksudmu?”
            “Iya. Aku ingin kita putus.”
            “Sayang, kamu tidak serius kan? Ini kah kejutan yang kamu maksud?” Diam. Rara hanya bisa diam di seberang sana. Tak ada kata yang sanggup terucap.
            “Rara sayang, sebenarnya ada apa? Jika memang ada masalah di antara kita, tidak bisakah kita selesaikan baik-baik?”
            “Tidak, sayang. Tidak ada masalah kok. Aku akan menjelaskannya tapi tidak lewat telpon. Lihat saja saku jaketmu, aku tadi menaruh semua penjelasanku di situ. Sudah ya, aku tutup dulu”
            Akbar teringat, tadi saat dia berpamitan pulang dari rumah Rara, Rara sempat bilang kalau dia juga punya kejutan besar untuk Akbar hari ini. Akbar langsung sigap mengambil jaket yang dia gantung tepat di belakang pintu kamarnya itu. Jaket itu yang tadi dia pakai ke rumah Rara. Jaket biru hadiah dari Rara, yang dia pakai saat memberikan kejutan ulang tahun sekaligus hari jadi mereka tepat pukul 12 malam tadi, beberapa jam yang lalu. Ada secarik amplop berwarna merah muda di saku kiri jaket biru itu.
            Untukmu yang aku sayangi....
Assalamu’alaikum....
Akbar sayangku, 1 tahun yang lalu tepat pada tanggal ini kau memberiku kejutan terindah. Kau datang membawa sejuta kasih sayang. Dan kau berhasil membuatku terpesona.
Akbar sayangku, Maaf jika tepat pada tanggal ini juga kita harus mengakhiri segalanya. Karena aku lebih memilih Dia. Bukan karena ada masalah di antara kita. Bukan pula karena jarak yang memisahkan kita. Bukan, tapi karena Dia, yang sangat aku cintai.
Akbar sayangku, besok adalah bulan Ramadhan. Aku ingin, kita dapat melewati setiap episode ke depannya dengan cinta yang baru. Nanti bukan hanya aku yang mencintai Dia tapi juga dirimu.
Akbar, aku memang bukan santri ataupun ‘akhwat sejati’, tapi sekarang aku mulai mengerti. Ini bukan ikatan suci, ini bukan jalan yang benar untuk saling menyayangi. Jika dua insan saling mencintai, maka pernikahan adalah solusi, yaitu sebuah ikatan suci bukan yang seperti ini.
Akbar, Maaf. Maaf atas segala salahku padamu selama ini. Semoga ke depannya nanti aku dan kamu bisa menjadi pribadi yang lebih baik, lebih sholeh. Semoga Allah tidak murka kepadaku dan kepada dirimu.
Akbar, hanya ini sekelumit penjelasan yang bisa aku berikan. Sebungkus do’a ku untukmu, agar kau bisa menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat.
Terima kasih untuk semuanya.
            Salamku
-          Rara -
            Akbar terduduk, merenung. Sekelebat memori kembali terlintas, 1 tahun yang lalu, saat Dia jauh-jauh datang ke tempat Rara untuk mengutarakan perasaanya, disitulah kisah bermula. 1 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Akbar bingung, entah apa yang harus dilakukan. Dia kembali melihat layar Hp-nya. Ada nama di kontak yang sudah tersimpan lama bahkan lebih dari 1 tahun, nama itu ‘..Raraku Sayang ^^..’
***

My Way Home : Antara Suka dan Duka



            Libur telah tiba, libur telah tiba...Hatikuuu Gembira....
            Rasanya itu adalah backsound yang tepat untuk liburan kali ini. Aku pernah berjanji bahkan aku tulis di dindingku bahwa “Liburan semster ini aku tidak akan pulang”. Ternyata itu hanya goresan tinta emosi sesaat saja. Tetaplah keinginan pulang membuncah di dada. Apalagi Ibuku akan ke Jakarta, ingin menengok saudaraku yang kemarin terkena musibah, sekaligus menjengukku bersama kakek. Kunjungan ibu kali ini bisa dibilang sekaligus menjemputku, maka rasanya beribu alasan yang untuk tidak pulang lenyap seketika tergantikan oleh lagu ceria yang berdendang.
            Ibu datang. Ibu datang. Saat itu aku masih lelah luar biasa karena semalam baru saja selesai mengikuti serangkaian acara di Bogor. Jadinya keinginan untuk menjemput Ibu dan kakek di stasiun ku urungkan, malahan ibu di antar saudaraku ke kontrakanku. Singkat cerita, aku yang dijemput oleh ibu. Dua hari dua malam ibu menginap di Jakarta. Walaupun tidak sempat mengajaknya berkeliling, aku merasakan senang yang luar biasa sekali. Rasanya sampai meluap-luap. Ayahku dulu juga sudah pernah menengokku di semester satu. Dulu, sudah ku hapus rasa ingin dijenguk, ditengok oleh ayah dan ibu seperti saat masih nyantri karena jarak yang begitu jauh dari rumah, namun ternyata ini terwujud begitu saja dan rasanya sungguh luar biasa.
            Tibalah hari itu, saat aku dan ibu bersiap-siap untuk berangkat, tiket kereta kami jam 12 siang. Saudaraku membantu menyiapkan bekal makanan, aku sibuk merapikan baju-baju di dalam tas dan kakekku sudah siap dengan tas sampingnya sembari duduk santai memandangi jalanan ibu kota. Setelah semua siap, barang-barang dimasukkan ke mobil, kita berpamitan lalu bergegas masuk ke mobil karena kakek sudah menyuruh kami untuk bergerak cepat, padahal itu masih jam 10 lebih. Perjalanan ke stasiun tidak begitu jauh. Walhasil, kita lebih lama menunggu kereta di staisiun, apalagi ada bekal yang ketinggalan di rumah saudaraku sehingga harus merepotkan mereka untuk mengantarkan ke stasiun. Ribet yaa...
            Deng..deng deng... Suara bel kereta dan pengumuman bahwa kereta kami sudah datang. Ini kali pertamaku naik kereta ekonomi. Sebelumnya tidak pernah karena takut jika harus naik kereta ekonomi sendirian. Saat itu ingin mencoba sekaligus mencari yang murah, tidak terlalu menguras kantong. Lagipula ada ibu dan kakek yang menemani di kereta, itu lebih dari cukup. Kabar buruknya adalah saat itu kakek sedang tidak enak badan, dia batuk bertalu-talu tak berjeda. Ah, aku hanya berdo’a semoga kakek sehat dan kuat menempuh perjalanan panjang di kereta ini, 12 jam kita duduk di kereta untuk sampai pada tujuan tersayang.
            Kita duduk di bangku bertiga. Kakek di samping jendela, lalu Ibu dan disusul aku, dudung di ujung. Kursi di kereta ekonomi ini saling berhadapan. Di depan kakek ada seorang pria berumur, dia bekerja di jakarta dan pulang 3 bulan sekali katanya, aku lupa dimana tepatnya tujuan pria itu. Sedangkan dua bangku di sampingnya masih kosong, sehingga aku dan ibu masih bisa berselonjoran kaki. Di samping kami dua tempat duduk saling berhadapan di pisahkan dengan jalan kecil tempat orang untuk berlalu lalang. Tepat di sampingku seorang ibu yang sudah sepuh duduk sendirian dengan leluasa mengambil jatah tempat sebelahnya yang masih kosong, di depannya ada pasangan suami istri yang sudah berumur pula.
            Kereta belum begitu ramai sehingga ada waktu untuk bertukar cerita. Ibu bercerita tujuannya ke jakarta dengan sumringah, apa saja yang dilakukan kemarin dan bercerita bahwa aku sedang berkuliah dan sekarang waktunya mengambil jatah liburan. Rasanya ini adalah perjalanan penuh sukacita bagiku, sama seperti pria berumur di depan kakekku yang juga sedang menempuh perjalanan penuh sukacita karena akan bertemu dengan keluarga tercinta. Ibu tua di sampingku juga bercerita, ternyata kota tujuannya sama dengan kami. Sehingga saling bertanya alamat dan entahlah setelah itu ibu bercerita apa dengannya. Aku tidak banyak mengambil porsi bicara, hanya diam sambil memainkan hp. Ya, ibuku suka bercerita memang. Sesekali aku tersenyum renyah mendengar cerita-cerita itu. Giliran pasangan suami istri itu, mereka pulang ke Yogyakarta dalam suasana duka mendalam, karena si embah  telah tutup usia. Wajah mereka sendu, namun mereka tetap mengulum senyum indah yang menandakan bahwa rasa tabah telah membingkai duka.

Perjalanan Kita


Karya : Khaura El-Syada

Perjalanan ini bermula dari sebuah langkah..
Langkah ini tergerak maju..
Menyebrangi derasnya arus sungai..
Kau tau..
Aku berjalan terseok..
Melawan arus sungai..
Bahkan, kakiku terantuk batu..
Aku terjatuh..
Lemas, tak berdaya..

Aku tak tau, harus terus maju atau kembali ke tempatku..
Aku tak tau, apa yang menantiku di seberang sana..
Aku tak tau, medan ini penuh sesak oleh batu penghalang..
Yang aku tau, aku ingin Menang..
Walau harus menerpa banyak rintang..
Berdiri, ku topang tubuh ringkih..
Tertatih penuh arti..
Dengan segenap energi ku halau sungai sepi..
Dengan segenap asa, ku tapaki kembali..
Jalan basah berbatu ini..
Terus melangkah!
Terus dan terus maju..
Walau kini kakiku penuh luka, bahkan bersimbah darah..
AKU PASTI BISA...

Lihat..
Aku,,aku dapat mencapainya..
Ini, tepian sungai yang aku nanti..
Aku sorotkan mata tajamku, ke setiap sudutnya..
Bukan,,
Ternyata ini impian yang tak pasti..
Ternyata ini kejutan yang tak ku damba..
Ternyata ini hadiah yang tak ku minta..
Sedih,,
Luka ini semakin perih..
Tapakan kakiku sia adanya..
Usahaku hanya hutang yang tak terbayar..
Kucuran darahku bak air tuba..
SAMPAH, Semua ini SAMPAH!

Tapi, aku mendengar tawa..
Aku juga mendengar bingar suka..
Suara-suara itu berbisik di telingaku..
Buyarkan sepi yang tercipta..
Hilangkan duka yang sempat menggema..
Di titik ini..
Muara awal pertemuan kita..
Perjuangan kita sama..
Hanya saja, aku telah melewati derasnya air sungai..
Dan kalian melewati tingginya ombak pantai..
Atau bahkan, ada yang melewati syahdunya aliran danau..
Jalannya berbeda-beda, tapi disinilah kita sekarang..
Berada di muara yang sama..

Aku berwarna biru, tapi tak ayal aku sering memudar..
Kalian berwarna-warni..
Ada hijau, ungu, merah bahkan jingga..
Aku melihat kalian begitu indah..
Walau warna itu semu, tapi itulah adanya..

Kini, kutemukan puzzle pelangi baru..
Tak lagi sekedar warna-warni yang timbul tenggelam setelah hujan..
Warna-warni hari-hari penghapus duka ku yang dulu..
Dan kini, aku tau kata yang penuh arti..
Kata yang tak hanya sekedar memiliki makna..
Kata yang mendampingi langkah duka ataupun suka..
Kata itu adalah SAHABAT..

Ya, inilah kita..
Menempuh Jalan berbeda-beda..
Tapi, dipertemukan pada muara yang sama..
Warna-warni kita semu..
Tapi, begitulah adanya..

Pelangipun pernah bertengkar..
Menentukan susunan warna yang tepat..
Sang merah menjadi sang jawara..
Tapi sang ungu, si bungsu tak pernah sendu..
Karena sekarang langkah mereka satu..

Sahabat,,
Aku, kamu, kita..
Tak penting siapa yang meraih gelar jawara..
Ataukah siapa yang menjadi si bungsu..
Yang jelas tak boleh lagi ada kata sendu..
Karena langkah kita satu..
Inilah perjalanan kita..
Penuh mozaik kecil yang mulai tersusun bak rangka..
Pelan tapi pasti..
Berawal dari satu muara..
Tak ada ujung untuk akhir yang nyata..
Inilah cerita kita yang lebih indah dari kisah pelangi...
Cerita tentang perjalanan kita..
Sahabat,,
Aku, Kamu, dan kami semua adalah satu..


Puisi ini dibuat di laboratorium PMC dan dilanjutkan di kamar tercinta...
Telah di tampilkan oleh teman-temanku di acara  temu angkatan Farmasi....
Hari itulah, aku tau bagaimana rasanya saat karya dibawakan oleh orang lain, ada sedikit  rasa bangga...
Dan puisi ini berfilosofi sebuah perjalanan panjang menempuh suatu impian...
Puisi ini khusus untuk angkatan Farmasi UIN 2010...
Puisi untuk kita dengan bingkai yang sarat akan makna...
^_^