Oleh : Syarifatul Mufidah (Ipho)
Demokrasi
bukan lagi kata yang asing di telinga kita, sering sekali mendengar kata
demokrasi, entah itu di berita ataupun bacaan-bacaan yang beredar. Indonesia
pun termasuk ke dalam deretan negara yang terdepan dalam menegakkan prinsip
demokrasi. Namun, jika saja ditanyakan makna dari demokrasi sendiri, tidak
sedikit yang menggelengkan kepala lantas hanya menjawab “Bebas berpendapat”
atau “Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Dua kalimat itu yang
akan populer muncul dari kebanyakan orang. Sebenarnya apa itu demokrasi?
Benarkah dengan demokrasi Indonesia akan lebih sejahtera?
Banyak pertanyaan-pertanyaan yang
lantas tertampung di kepala. Untuk menjawab sekedarnya saja itu adalah hal
mudah. Dan secara normatif, tidak dibenarkan untuk memaksakan pendapat terhadap
orang lain. Maka sebagai akademisi kampus, menjawab pertanyaan-pertanyaan itu
harus berdasarkan teori dan berlandaskan pada fakta sehingga nanti akan banyak
yang membelalakkan mata untuk mengetahui seluk-beluk demokrasi.
Apa
itu demokrasi?
Secara
etimologi atau bahasa, kata demokrasi berasal dari kata democratie yang berasal
dari Yunani. Terdiri dari kata demos yang berarti rakyat dan cratos
yang berarti kekuasaan. Demokrasi lebih dikenal dengan istilah Kedaulatan
Rakyat, rakyatlah yang berkuasa dan mengendalikan aturan-aturan yang ada.
Makna kata ‘Kedaulatan’ itu sendiri ialah ‘sesuatu yang mengendalikan dan
melaksanakan aspirasi’.
Sedangkan secara terminologi atau
istilah, Demokrasi secara lugas adalah Sistem Pemerintahan yang secara
konseptual memiliki prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka
dikenal istilah vox populi vox de (suara rakyat suara Tuhan).
Salah satu pilar demokrasi
adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara
(eksekutif, yudikatif dan legislatif ) untuk diwujudkan dalam tiga jenis
lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran
dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga
lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan
prinsip.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah
lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR,
untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah
sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang
wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya
(konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif,
selain sesuai hukum dan peraturan.1
Kritikan-kritikan Terhadap Demokrasi
Kritikan
terhadap demokrasi sudah ada sejak lama. Banyak sekali hal yang harusnya
disadari lebih awal bahwa demokrasi memang tidak selayaknya diterapkan.
q Plato : 4
Plato mengkritik penerapan demokrasi pada
masa Yunani Kuno, yaitu kekalahan Athena dalam peperangan Peloponesia pada 404
SM antara Athena dan Sparta. Menurutnya, kekalahan Athena tersebut akibat ketidakmampuan
sistem demokrasi untuk memenuhi kebutuhan rakyat di bidang politik, moral,
dan spiritual. Kematian guru tercinta Plato, yaitu Socrates diakibatkan
rekayasa hukuman pemerintahan demokrasi Athena. Kejadian traumatik tersebut membuat
Plato berkesimpulan bahwa sistem pemerintahan demokrasi tidak baik karena
dipenuhi kebobrokan (dekadensi) moral para penguasa demokrasi Athena saat itu.
q Thomas Hobbes
(1588-1679), menurutnya rakyat tidak dapat dipercaya untuk membuat
keputusan tersendiri sebagaimana diterapkan dalam sistem demokrasi karena
rakyat cenderung mementingkan kepentingan mereka sendiri (selfishly motivated).
Watak alami rakyat adalah jahat dan tidak dapat dipercaya
untuk memerintah.5
q Carol Gould, menyatakan bahwa teori demokrasi (liberal)
yang berdiri di atas landasan prinsip individualisme liberal yang menjunjung
kebebasan individu tidak relevan lagi pada saat ini. Sebab prinsip seperti itu
hanya akan menciptakan manusia yang egois dan asosial, yang mengutamakan
kepentingan sendiri. Dengan demikian prinsip individualisme liberal
memberikan pembenaran terhadap ketimpang kehidupan sosial dan ekonomi
dalam struktur sosial masayarakat.6
q NoreenaHertz, menurutnya praktik demokrasi telah
dibajak oleh kekuatan korporasi-korporasi internasional yang mampu
mempengaruhi dan menaklukkan negara-negara dengan kekuatan modalnya.
Korporasi-korporasi tersebut tampil menjadi kekuatan ekonomi yang jauh lebih
berkuasa daripada pejabat negara yang terpilih melalui pemilihan umum yang
demokratis sekalipun. Korporasi-korporasi yang sepak terjangnya melintasi
pelbagai penjuru bumi tersebut kerapkali memanipulasi dan menekan pemerintah
dengan cara legal maupun ilegal sekaligus. Para pemimpin politik pada zaman
ini, meski dipilih melalui pemilihan umum, cenderung melayani kepentingan
korporasi multinasional yang sejak empat dekade ini merupakan aktor ekonomi
politik internasional yang sangat penting disamping negara. Kondisi inilah yang
menyebabkan terancamanya demokrasi pada suatu negara sehingga terjadi the death
of democracy.7
Pendapat-pendapat
diatas menunjukkan dan kembali memperkuat bahwa demokrasi dari awal sudah cacat
dan tidak bisa menjamin kesejahteraan bahkan beberapa mengatakan demokrasi itu
berbahaya. Maka berangkat dari semua kritikan awal ini, kita juga harus
menelusuri fakta-fakta yang ada di sekitar kita yaitu fakta demokrasi di
Indonesia.
Fakta demokrasi di
Indonesia
Secara garis besar, dari pengertian
demokrasi, dapat ditarik kesimpulan bahwa demokrasi harus sesuai dengan
aspirasi rakyat. Lantas apa yang terjadi sekarang? Aspirasi rakyat bagian mana
yang telah diperjuangkan oleh para wakil rakyat? Apakah benar kritikan-kritikan
dari Plato dan lainnya terbukti bahwa demokrasi adalah sistem yang berbahaya?
Fakta pertama, sebuah survey Centre for Strategic and
International studies (CSIS) pada 16-24 Januari 2012 lalu menemukan bahwa
mayoritas rakyat tidak lagi percaya kepada partai politik. Angkanya cukup
besar, yakni mencapai 87,4 persen. Kepercayaan sudah luntur melihat tingkah
laku wakil rakyat yang terpilih tak lagi berpihak pada rakyat. Bagaimana tidak?
Setelah proyek toilet DPR yang menghabiskan tak kurang Rp 2
miliar, sekarang tambah pula acara renovasi ruang Banggar yang menguras uang
rakyat hingga Rp 20,3 miliar. Proyek perawatan gedung DPR sebesar Rp 500 miliar
dan proyek lainnya. Bukan angka kecil untuk membayar kinerja buruk wakil rakyat
kita. Beberapa daerah seperti Palembang dan Jakarta, misalnya. Walaupun
fasilitas yang ada masih representatif, para wakil rakyat ini tetap ngotot
meminta renovasi.
Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir per September 2011, lebih dari
29,89 juta orang Indonesia masih dalam kondisi miskin. Sementara sekitar 27,8
juta orang Indonesia berada dalam kondisi hampir miskin. Ironis, di saat rakyat
masih terjerat kemiskinan, uang rakyat justru dihambur-hamburkan. Pantaskah
rasanya ini dilakukan oleh para wakil rakyat, mereka menginjak dan
menyengsarakan rakyat. Inikah potret demokrasi yang dibanggakan?
Tak hanya itu, Fakta kedua, Jumlah perkara
tindak pidana korupsi di Tanah Air yang memasuki tahap penyidikan dari Januari
hingga Agustus 2011 mencapai 1.018 kasus. perkara tindak pidana korupsi yang memasuki tahap
penyelidikan, sebanyak 357 kasus, sedangkan jumlah perkara yang memasuki tahap
penyidikan sebanyak 1.018 kasus. Dari seribuan perkara korupsi tersebut,
terdapat 825 perkara tindak pidana korupsi yang memasuki tahap penuntutan.2
Adapun
jumlah uang negara yang berhasil diselamatkan dari ratusan kasus tersebut,
dalam bentuk rupiah sebesar Rp 68,46 miliar dan dalam bentuk dolar sebanyak
2.920,56 dolar AS. Dalam dua tahun terakhir, indeks persepsi korupsi Indonesia
versi Transparency International (TI) berada pada angka 2,8 dengan rangking 110
dari 178 negara pada tahun 2009 dan angka 2,8 dengan rangking 110 dari 180
negara terkorup pada tahun 2010. Sedangkan versi Political and Economic Risk
Consultantcy Ltd (PERC), Indonesia memiliki indeks persepsi korupsi 8,32 pada
tahun 2009 dan 9,10 pada tahun 2010, serta menempatkannya sebagai negara
terkorup di Asia yang berada di bawah Vietnam dan Filipina.2
Berita tentang korupsi tak henti menghiasi
televisi. Perkara meja hijau bak sinteron yang penuh konspirasi. Tidak cukup
dengan sederet tingkah yang telah dipaparkan. Fakta ketiga, Dewasa ini telah
berhembus kabar tentang kenaikan BBM yang pastinya sangat meresahkan rakyat.
Rencana kenaikan harga BBM itu juga sudah dimasukkan dalam RAPBN-P 2012 yang
sudah diajukan kepada DPR. Rencana itu menuai banyak sekali penolakan dari
hampir seluruh kalangan masyarakat. Pemberitaan kenaikan BBM ini sudah mulai
berdampak dengan naiknya harga kebutuhan pokok di beberapa tempat misal
Mojokerto Jatim, Magelang Jateng, Manokwari Papua, Padang dan beberapa daerah
lannya seperti yang diberitakan oleh kompas (13/3). Secara pasti hal ini
semakin menderitakan rakyat. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah gambaran
penderitaan rakyat sekarang. Inikah aspirasi rakyat yang sedang mereka
perjuangkan di bangku pemerintahan?
Tidak
berhenti di sini, masih ada fakta terakhir yang harus diungkapkan. Jika kita
melirik ke bagian ekonomi, pada tahun 2011 lalu, angka pertumbuhan ekonomi di
Indonesia sangat fantastis : 6,5 %. Angka itu menempatkan kekuatan ekonomi
Indonesia diurutan ketiga Asia. Selain itu, pemerintah juga dianggap sukses
menekan angka kemiskinan hingga 12,3 % dan pengangguran berhasil diturunkan
hingga 6,6 %. Anehnya, ketika pertumbuhan ekonomi menukik naik, indeks
pembangunan manusia (IPM) Indonesia justru terjun bebas. Pada tahun 2011,
menurut laporan PBB, IPM jatuh dari peringkat 108 menjadi 124. Realitas lain
memperlihatkan adanya PHK masal, usaha menengah dan kecil gulung tikar, biaya
kebutuhan hidup semakin tinggi dan daya beli rakyat semakin menurun. Yang perlu
digaris bawahi adalah rasio gini Indonesia mencapai rekor tertinggi : 0,38.
Artinya, kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin makin lebar.3
Fakta yang ada tidak hanya berkutat dengan
aspek politik, kesejahteraan sosial, meja hijau tapi juga mencakup permasalahan
ekonomi yang tentunya juga merupakan pilar penting pengukur kejahteraan pada
sebuah negara. Apa hubungan semua itu dengan demokrasi? Ada, ini adalah potret
hasil demokrasi yang gagal memberikan jawaban kesejahteraan. Ini juga menjadi
bukti kritikan Plato dan lainnya bahwa demokrasi memang seharusnya tidak
diterapkan karena berbahaya dan pastinya tidak dapat menyejahterakan rakyat.
Menulusuri Fakta Demokrasi
Fakta-fakta
yang telah dipaparkan membuat kita kembali membuka mata menelusuri kembali
demokrasi yang telah dijunjung tinggi. Jika ditengok kembali, baik fakta
pertama sampai fakta yang terakhir, salah satunya disebabkan oleh sistem
politik demokrasi yang berbiaya mahal. Untuk menjadi wakil rakyat saja
dibutuhkan biaya besar untuk kampanye hingga dapat berhasil meraih kursi
anggota dewan. Maka saat para wakil rakyat terpilih, yang pertama terpikir
adalah balik modal. Tak heran jika korupsi semakin merebak, anggaran dana
dengan nominal fantastis dan tidak realistis, disusul dengan
kebijakan-kebijakan yang semakin mencekik leher rakyat. Wakil rakyat pun akan
mengabdi demi kepentingan sendiri dan kepentingan rakyat diperalat untuk
mendapatkan keuntungan lebih.
Deretan
tingkah para wakil rakyat diperparah lagi dengan sifat hedonis pada dirinya,
sehingga mereka manfaatkan posisi wakil rakyat untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya, tujuannya kini hanyalah uang bukan yang lainnya. Materi,
materi dan materi.
Lihatlah
tempat parkir gedung DPR seperti sebuah ajang pamer kekayaan dengan deretan
mobil termewah. Lihatlah rumah-rumah pejabat pemerintah yang menjulang tinggi, menatap
langit dengan pongah. Lantas masih banyak yang berpendapat bahwa pejabat
pemerintahan maupun parpol telah menyalahgunakan demokrasi. Mereka tidak
menerapkan sistem demokrasi dengan bijak. Lalu, penerapan sistem demokrasi
seperti apa yang baik? Bukankah demokrasi di Indonesia sudah berjalan
semestinya? Lihatlah, Demokrasi di
Indonesia memperoleh pujian di tingkat internasional. Itu membuktikan praktik
demokrasi sungguh jauh lebih baik, tapi apa hasilnya? Nihil. Demokrasi hanya
menjadi panggung ilusi semata. Demokrasi dijunjung tinggi hanya saat PEMILU,
padahal demokrasi bukan hanya sekedar memilih pejabat pada PEMILU.
Selain
karena sistem demokrasi yang berbiaya mahal. Jelas bahwa dalam demokrasi
kedaulatan ada di tangan rakyat, yang membuat peraturan sekaligus pelaksana.
Sedangkan saat kedaulatan ada di tangan rakyat yang juga sebagai pelaksana
peraturan, pasti saat membuat peraturan ada kepentingan yang dibawa, ada sebuah
pikiran agar mendapat keuntungan dan keringanan sebagai pelaksana peraturan.
Ini pasti akan terjadi jika pembuat peraturan dan pelaksan ada dalam satu
fragmen yang sama.
Jika
bukan demokrasi yang disalahkan, apakah akan menyalahkan deretan pejabat
pemerintah yang duduk tenang di kursinya? Mereka terjebak dalam fragmen
demokrasi yang lantas membawa mereka mengikuti arus. Lalai akan sebuah tanggung
jawab besar yang sedang dipikulnya. Dan yang lebih mendasar lagi, semua
itu disebabkan oleh tipisnya keimanan dan ketakwaan pada diri mereka hingga
tujuan utama bukan lagi akhirat, tempat pertanggungjawaban, melainkan dunia
yang penuh dengan kefanaan. Lalu akan sampai kapan rakyat dibiarkan terinjak
oleh kaki-kaki wakil rakyatnya sendiri? Jika begitu, Masihkah akan bersikukuh
mempertahankan demokrasi dengan segala catatan buramnya?
Jika Bukan
Demokrasi, Lalu apa?
Ya,
Miris sekali melihat demokrasi terlahir dari garda umat Islam terbesar di
dunia. Para intelektual muslim dan kalangan pesantren pun ikut menjadi
pendukung demokrasi. Sungguh sangat ironi. Kenapa? Karena jelas demokrasi bukan
sistem yang diajarkan oleh Islam. Fakta-fakta yang telah dipaparkan
hanyalah beberapa contoh kebobrokan sistem politik demokrasi. Dari awal, demokrasi sudah menuai
banyak kritikan. Tapi tetap saja mereka dibutakan oleh fakta dan bersikukuh
memegang demokrasi. Bahkan ada yang terlanjur suka dengan demokrasi, lantas dia
mengatakan adanya demokrasi islam. Semua ini adalah nol besar, dan hanya
pengalihan agar demokrasi tetap diterapkan. Kenapa? Karena saat fakta-fakta di
atas sudah di depan mata, lantas akan muncul pertanyaan, jika bukan demokrasi,
lalu apa?
Demokrasi
lahir pada awalnya karena beberapa penguasa di Eropa beranggapan bahwa penguasa
adalah wakil Tuhan di bumi dan berhak memerintah berdasarkan kekuasaan. Demokrasi
adalah istilah Barat yang digunakan untuk menunjukkan pemerintahan dari,
oleh dan untuk rakyat. Rakyat menjadi penguasa mutlak dan pemilik
kedaulatan. Rakyat berkuasa membuat segala Undang-Undang yang mengatur
segalanya dengan sebebas-bebasnya. Saat sebuah peraturan dibuat dan suatu hal
yang mustahil jika harus mengumpulkan seluruh rakyat maka dibentuklah
perwakilan rakyat yang dianggap mewakili suara untuk merumuskan peraturan yang
akan diterapkan dengan kekuasaan dan kedaulatan yang dimiliki. Maka jangan
heran jika akhirnya mereka mementingkan kepentingan individu dan sama sekali
tidak membela rakyat. Tidakkan aneh melihat ini semua? Rakyat juga manusia yang
diciptakan oleh Sang Pencipta. Dengan sebuah analogi ada sebuah mainan, mobil
remote control yang dibuat, tidak mungkin rasanya mobil itu bergerak sendiri,
harus ada si penggerak yang menggerakkan remote control agar mobil ini melaju
dengan teratur, tidak menabrak kanan-kiri dan berjalan di jalur jalan yang
memang telah disediakan.
Begitulah
juga dengan rakyat, jika mereka sendiri yang membuat peraturan dengan segala
kekuasaan yang dimiliki maka tidak bisa diingkari pasti ada sebuah kepentingan
dibalik peraturan-peraturan itu. Namun lain halnya jika Allah, sang
Pencipta-lah yang mengatur segala halnya. Dia yang menciptakan manusia, maka
Dia pula-lah yang membuat aturan kehidupan. Maka mobil itu adalah rakyat,
remote control itu adalah aturan-aturan Islam dan pembuat aturan-aturan itu
adalah Allah.
Peran Pemuda
Pemuda
adalah agent of change, pemimpin perubahan. Perubahan yang seperti apa?
Berbicara
tentang sebuah perubahan bukanlah hal mudah. Mahasiswa Psikologi pernah
mengatakan bahwa perubahan harus dimulai dari keyakinan bahwa keadaan ini
memang benar-benar tidak pantas untuk dipertahankan. Maka berangkat dari
kesadaran intelektual, pemuda sebagai agen perubahan terus menelusuri fakta dan
kemudian menggali fakta-fakta yang ada hingga menemukan solusi sejati tidak
hanya solusi semu seperti potret pemerintah yang buruk, lantas menuntut
penurunan presiden, pergantian anggota dewan dan semacamnya. Apakah ini benar
akan menyelesaikan masalah?
Pergantian
presiden yang diminta oleh rakyat khususnya para pemuda saat reformasi ternyata
pun menghasilkan sesuatu yang sama. Maka sampai kapan akan menuntut naik
turunnya pejabat pemerintahan? Sebenarnya siapa yang bersalah? Saat pejabat
diganti dengan yang baru, hasil tetaplah sama. Jelas dapat disimpulkan bahwa
kesalahan ini bukan hanya pada pejabat pemerintah tapi juga pada sistem
demokrasi yang diterapkan. Secara sistemik sudah cacat, maka yang diganti bukan
hanya pejabatnya melainkan sistem yang menaungi negara.
Maka
dari kesadaran intelektual, jika pemuda sudah yakin dengan harusnya dilakukan
gerakan perubahan, pemuda harus menjadi pemimpin perubahan. Karena ini adalah
perubahan sistem, tidak bisa secara tiba-tiba, maka butuh banyak sekali
persiapan. Awalnya pemuda juga harus mengopinikan kepada rakyat tentang akar
masalah yang kemudian membutuhkan solusi perubahan yang hakiki sehingga rakyat
pun memahami keadaan. Saat seluruh rakyat telah memahami keadaan dan merasa
memang Sistem Islam lah yang harusnya diterapkan, maka nanti rakyatlah yang
akan meminta agar sistem Islam ini diterapkan. Karena sistem yang sekarang digunakan
adalah demokrasi yang intinya adalah pemerintahan dari rakyat, maka saat rakyat
menginginkan perubahan, saat rakyat menuntut pergantian sistem, ini dapat
diwujudkan. Karena rakyat adalah pemegang kekuasaan.
Itulah
deretan fakta, sebuah saksi nyata atas ilusi panggung demokrasi yang sudah
cacat sejak lahir. Demokrasi pun tidak layak lagi untuk dipertahankan sehingga
dengan kata lain demokrasi harus dihapuskan. Maka, sangat jelas dan tanpa ragu
lagi menyimpulkan bahwa solusi keborokan segala panggung demokrasi adalah
Islam. Dan jelaslah peran kita sebagai pemuda adalah menggenggam bara islam di
genggaman dan menyebarkan kehangatannya kepada setiap sudut ruang serta
memimpin perubahan. Karena Islam itu Indah dan Islam itu adalah rahmatan lil
‘alamin-rahmat bagi seluruh alam.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara kaffah (keseluruhannya), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”(Q.S Al-Baqarah :
208)
* Catatan kaki :
2 Perkara korupsi
di Indonesia, http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/09/12/lrevtp-perkara-korupsi-di-indonesia-mencapai-1018-kasus
4Newsvine, ³Plato's
Criticisms of Democracy´, http://newsvine.com/_news/2008/02/16/1305759-platos-criticisms-of-democracy
5Anti-democracy,´
Bioethics and Deliberative Democracy: Five Warnings from Hobbes´, http://www.anti-democracy.com/2010/02/article-bioethics-and-deliberative.html
6Journals Cambridge,´
Globalizing Democracy and Human Rights Carol Gould´, http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=5453148
7 Racialicious, “Herts
critical Democracy´, http://www.racialicious.com/2009/11/04/capitalism-isnt-a-love-story-noreena-hertz-the-new-world-order/
8 Sumber lain.
menurut saya inti dari postingan ini bukan essay yang telah kamu tulis tapi bagaimana proses pembuatan tulisan ini atau cerita di balik tulisan, masyaallah...
ReplyDeleteterima kasih sudah sedikit menyadarkan saya :)
Ya sebenarnya keduanya menjadi inti dari postingan kali ini...
DeleteBerharap essaynya bermanfaat dan cerita yang mengirinya pun dapat diambil hikmah...
Sama-sama... :)
Syukron sudah mampir... :)
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletemasalah yang perlu di diskusikan lebih lanjut...kebetulan ane tertarik sekali masalah politik seperti ini..
ReplyDelete