HOME

Featured Post

Rindu Cahaya Islam kembali Membentangi Langit Eropa bahkan Dunia

oleh : Khaura El-Syada    Judul   : 99 Cahaya di Langit Eropa  Penulis : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga  Almahera  Penerbi...

Perjalanan Pulang, Waktu dibeli dengan Uang...


                 Ini bukan kali pertama bagiku menempuh jarak yang cukup jauh untuk pulang ke rumah. Namun, perjalanan kali ini memberi arti tersendiri bagiku. Untuk pulang ke rumah, aku mempunyai 2 pilihan kendaraan biasanya : Pesawat atau kereta, tentunya dengan harga mahasiswa.. ^_^
Seringkali kalau pulang dengan kereta, aku diantar sampai stasiun. Tapi kali ini tidak. Libur hanya 1 minggu tapi keinginan pulang mencuat bak roket yang akan meluncur cepat ke angkasa.. J
                Kepastian untuk libur belum juga pasti, aku pun tidak berani memesan tiket karena tanggal kepulangan yang masih ngambang. Bisa dibilang saat itu aku berada di garda depan untuk memperjuangkan liburan, mendesak para PJ matakuliah untuk bertanya kepada dosen tentang kepastian libur. Ya, kali ini kakak angkatan di jurusan ku akan berangkat ke Malaysia untuk study tour, ditemani oleh dosen-dosen tetap di kampus. Karena ada kuota yang masih kosong, beberapa temanku pun juga ikut serta. Dosen yang tidak ikut ke Malaysia memang seharusnya tetap mengajar seperti biasa, tapi itulah kami.. berjuang agar libur 1 minggu penuh hingga mahasiswa luar Jakarta bisa pulang ke kampung halaman. :D

Hari Jumat, Pukul 19.00 WIB.      
                Malam hari saat rembulan ikut menemani, aku belum memutuskan untuk pulang. Tiket pun juga belum ada di tangan. Sedangkan teman-temanku yang akan pulang satu jalur denganku akan berangkat besok habis shubuh. Galau, ya itulah yang aku rasakan. Sabtu aku masih harus ikut acara pelatihan kepenulisan, antara harus melaksanakan kewajiban atau melepas rindu yang tak tertahankan. Galau, lagi-lagi galau.
                Akhirnya sekitar pukul 9 malam, setelah aku mendapat lampu hijau alias izin untuk tidak hadir di pelatihan kepenulisan, aku putuskan untuk pulang hari Sabtu. Pertimbangannya, pertama aku belum pernah ke stasiun sendirian, aku takut nyasar.  Kedua, aku belum pernah beli tiket sendiri di stasiun, takut nanti kenapa2 atau dibohongin orang. Ketiga, memanfaatkan waktu liburan sebaik-baiknya agar bisa cepat bertemu dengan keluarga. Hem, alasan-alasan manja memang, tapi menurutku itu penting. :D
                Packing kilat, menyiapkan ini itu cepat-cepat, merapikan kamar. Semuanya serba kilat bahkan sampai tidur pun aku gelisah memikirkan besok akan pulang tapi tidak ada kepastian tiket pulang. Sampai akhirnya aku melihat jam di HP, 00.00 WIB. Kupaksakan mata untuk terpejam, melambai-lambai pada sebuah dimensi lain, mimpi.

***
                Aku memerjapkan mata, melihat tiba-tiba sudah jam setengah 5. Terlonjak kaget, karena sedikitpun aku tidak mendengar alarm dan telpon yang berkali-kali masuk. Astaghfirullah...
                Usai Sholat Shubuh, Aku langsung siap-siap. Karena tidak sempat sarapan, aku langsung ke dapur memanaskan masakan tadi malam, ada tumis cap cai sama sambal goreng tempe. Aku ambil tempat makan yang sudah aku siapkan tadi malam, aku isi nasi, lauk aku bungkus dengan plastik. Cepat-cepat karena diburu waktu. Ke-tiga temanku yang lainnya mungkin sudah siap. Saat semua kupastikan sudah di pack dengan baik. Aku keluar dari rumah kontrakan dan janjian dengan ketiga temanku yang di jalan raya.
                Hari itu, kami naik angkutan umum 2x, dari jalan depan rumah, sampai ke jalan raya, lalu lanjut ke tempat bis Kopaja. Kami naik Kopaja jurusan stasiun Gambir dan ternyata kopaja itu juga akan berhenti di stasiun senen. Akhirnya kami membagi 2, aku dan temanku akan berhenti di Gambir, mencari tiket di sana. Dua temanku yang lain akan melanjutkan perjalanan dan berhenti di stasiun senen, untuk melihat tiket yang di sana.
                Tepat pukul 07.00, aku dan temanku sampai lebih dulu di Stasiun Gambir. Kami bergegas mengambil antrian panjang di depan loket. Saat tiba giliran kami,
                “Bapak, tiket jurusan surabaya”
                “Semua tiket sudah habis,” Ujar Bapak penjaga loket tiket.
                Lemas. Kami terus menanyakan kira-kira kereta untuk jurusan Surabaya masih ada atau tidak, tapi ternyata benar-benar ludes. Perut semakin keroncongan, akhirnya kita duduk sebentar, berpikir menyusun rencana selanjutnya. Kami pun memutuskan untuk pergi ke stasiun senen naik bis metromini dari depan stasiun gambir.
                Pandangan pertama yang aku tangkap, antrian yang sangat panjang di depan loket. Mungkin sekitar 5 m. Wah, sempat berkecil hati, namun aku yakin pasti ada jalan, pasti dimudahkan. Akhirnya aku bertemu dengan kedua temanku. Salah satu temanku bilang bahwa mereka sudah punya tiket. Tiket itu didapat dari seseorang yang sudah beli tiket tapi tidak jadi berangkat, ada 3 tiket, 2 tiket dewasa dan 1 tiket anak-anak. Badanku semakin gemetar. Aduh, aku bingung harus bagaimana lagi.
                Kami pun berjalan melihat-lihat loket, antrian sepanjang itu tapi ternyata loket masih tutup. Aduh, ngeri. Terus berjalan ke sana kemari, sampai akhirnya temanku bertanya kepada Satpam penjaga gerbang.
                “Bapak, kereta tujuan Jogjakarta itu beli tiketnya dimana ya?”
                “Loh, itu keretanya sebentar lagi sudah mau berangkat. Belinya di loket 15.”

                Wuss. Kami pun langsung lari menuju loket 15. Sebelumnya setau kami di internet ada promo tiket ekonomi-AC tujuan jogjakarta berangkat jam 07.45 dengan harga 50 ribu. Saat kami memesan dan menanyakan harga,
                “Harganya 280 ribu untuk 2 tiket.”
                Kami terlonjak kaget. Loh, saat kami menanyakan bukannya harga tiket 50 ribu. Si Ibu bilang, Itu kan tiket promo. Sebenarnya masih ingin bertanya banyak, kalau tiket promo itu syaratnya apa saja, tapi bunyi klakson kereta tanda mau berangkat sudah terdengar. Cepat-cepat kami bayar, walaupun merasa tertipu. Aku berpamitan kepada temanku yang tadi sudah dapat tiket sore. Aku dan temanku berlari, menunjukkan tiket kepada Penjaga Gerbang, menuruni tangga dan menaiki tangga dengan menggembol tas yang tidak ringan.
                “Bapak, Kereta tujuan Jogjakarta yang mana ya?” tanyaku.
                “Loh, ini bu. Sudah hampir mau berangkat.”
                Kami bergegas lari, mencari gerbong kereta tempat duduk kami. Saat kami sudah masuk, ternyata salah gerbong. Akhirnya, kita keluar. Tiba-tiba bunyi klakson pemberangkatan berbunyi lagi. Kami pun kembali masuk ke dalam kereta. Barulah berjalan menyusuri gerbong, mencari tempat duduk kami. Alhamdulillah, Tak henti aku berucap syukur. Yakin ini adalah pertolongan Allah. Akhirnya kami dapat tiket pulang dadakan, walaupun harus transit di Jogja terlebih dahulu. Kereta pun mulai melaju. Disinilah aku sekarang, duduk di samping jendela, memandangi indahnya alam. J

                                                                                                ***
                Rasanya sudah bosan menunggu di kereta, tapi tak juga sampai tujuan. Bahkan kereta kami sempat berhenti lama di sebuah stasiun, kemudian lama setelah itu disusul ada kereta eksekutif yang juga berhenti tepat di samping kami. Hampir setengah jam, kami menunggu tapi kereta tak kunjung melaju. Malahan kereta eksekutif di samping kami lah yang lebih dulu melaju. Sejenak aku berpikir, biasanya jika naik eksekutif, kita bisa sampai terlebih dahulu. Dan mungkin kereta ekonomi dan kereta bisnis harus mengantri, menunggu giliran karena kereta eksekutif akan melaju lebih dulu. Betapa miris, bukankah seperti itu juga melambangkan bahwa WAKTU pun bisa DIBELI dengan UANG. Apa ya yang tidak bisa dibeli dengan Uang dengan Zaman seperti inii ? Yang bayar mahal, fasilitas bagus, lebih hemat waktu dan akan sampai lebih dulu di kota tujuan. Miris.. L
                    Apa korelasi sebenarnya antara waktu dan uang?? Waktu lebih berharga daripada uang atau Uang adalah segala-segalanya sehingga waktu yang lebih berharga bisa dibeli?? (Silahkan pertanyaan ini direnungkan masing-masing, termasuk saya.. )

                                                                                                ***
                Inilah yang aku tunggu. Berhenti di Stasiun Tugu, Jogjakarta. Belum pernah sekalipun aku berhenti di stasiun ini. Kami pun turun dengan senyuman yang penuh arti. Bodohnya, kami tidak mencari musholla atau kamar mandi di dalam stasiun, tapi malah terus ngeluyur keluar stasiun. Pikirku pasti ada masjid besar di dekat stasiun. Dan ternyata tidak ada, huft...

                Kami terus berjalan bertanya letak masjid atau musholla kepada tukang becak, tukang parkir, sampai ibu-ibu di jalan.  Sampai titik darah penghabisan, kaki sudah kaku. Akhirnya kita naik becak dengan tujuan Malioboro, satu-satunya tujuan yang aku tahu di Jogja. :D
                Di sana pun kita berhenti di sebuah Masjid besar. Tapi, ternyata Masjid itu hanya untuk Dinas. Ohhh ohhh,, Pelit sekali tidak mau berbagi. Sebal, aku sudah bersungut-sungut. Terus berjalan, serasa menjadi turis di negeri sendiri. Di samping kiri-kanan jalan penuh dengan toko-toko batik dari mulai tas, baju, sepatu dan aksesoris lainnya. Serba batik pokoknya dan baru nyadar kalau aku makai gamis coklat batik. Ngik ngok...Anggap aja hari ini hari batik yaa.. J
                Masuklah kami ke sebuah mall di malioboro dengan tujuan mau numpang kamar mandi dan numpang sholat. Alangkah lucunya perjalanan kali ini. Sudah hampir Magrib sepertinya, tapi kami terus berjalan, rasanya sayang sudah sampai Jogja tapi pulang dengan tangan kosong. Jauh sekali, sampai akhirnya menemukan toko oleh-oleh makanan. Dalam waktu sejenak, kami pun sudah mengantongi oleh-oleh untuk orang rumah. Senangnya.. J. Masih lanjut, terus berjalan akhirnya kami menemukan penjual Gudeg, karena temanku lagi ngidam, jadinya kita berhenti untuk makan gudeg dulu.
                Alhamdulillah, jadi jalan-jalan deh. Aku dulu terakhir ke Jogja kelas 6, tapi kok seinget aku dulu Malioboro tidak seperti ini ya? Ah, ingatan lemah atau memang sudah berubah ya? Entahlah. Tiba-tiba ada bis TransJogja lewat, kami pun terus berlari ke halte TransJogja, cepat-cepat membayar tiket bis dan langsung naik. Hem, penuh dengan kejar-kejar an hari ini. Dari ngejar kereta sampai ngejar Bis TransJogja. Pikirku Bis ini kayak Busway, rapi dan nggak suka ngerem mendadak, ternyata sopirnya nggak jauh beda dengan sopir Kopaja yang ugal-ugal an. Dia beberapa kali ngerem mendadak, dan aku hampir jatuh di dalam Bis TransJogja, nginjek kaki mas-mas lagi...aduh, malunya.. L
                Tujuan Terminal Giliwang atau apa gitu namanya. Lupa. :D . Langsung kami lanjutkan perjalanan dengan naik Bis Patas Jurusan Surabaya. Ah, hanya 1 jam di Jogjakarta, tapi senang sekali. Sayangnya, baterai hp habis dan belum foto-foto di Jogja, hihi. Berarti laen kali ke sana lagi ya.. J
                Pukul 02.15 dini hari sampai di terminal Mojokerto dan dijemput sama Masku. Semakin senang, dan menutup perjalanan kali ini dengan indah.

Alhamdulillah, Terimakasih untuk segala NimatMu yang begitu besar ini... J

5 komentar:

  1. sekedar kabar2 lagi di jogja aja nggak.. :(

    "Tujuan Terminal Giliwang atau apa gitu namanya. Lupa. :D"

    yang bener GIWANGAN, huhehe :)

    ReplyDelete
  2. Emang kalau saya kabar2, mau jadi guide kah? biar g nyasar ..hi hi :D

    Oh iya2..giwangan....duh, ingatan lemah... hoo

    ReplyDelete
  3. maulah kenapa nggak, jogja terlalu indah untuk dijelajahi sendiri.. :)

    ReplyDelete